Saat melamar kerja, salah satu hal yang seringkali lupa untuk kita peajari adalah budaya kerja perusahaan yang kita lamar. Padahal, budaya kerja adalah salah satu hal yang penting untuk diperhatikan, karena akan mempengaruhi kenyamanan dan kinerja kita di dalam perusahaan tersebut.
Budaya kerja dapat diartikan sebagai seperangkat nilai, kebiasaan, norma, dan tradisi yang melekat pada suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini mencakup cara-cara berpikir, berperilaku, dan berinteraksi antara sesama karyawan, maupun dengan pihak luar perusahaan. Budaya perusahaan, menurut Schein (2010), terbagi menjadi 3 level: artifacts, espoused beliefs and values, and basic underlying assumptions.
3 Artifacts Budaya Kerja
Oleh karena itu, ada bagian dari budaya perusahaan yang terlihat jelas bahkan oleh pihak luar perusahaan, seperti:
- Seragam
- Jam masuk & pulang
- Desain Kantor
Namun ada juga aspek yang tidak bisa dilihat secara langsung tapi bisa terlihat dari kegiatan sehari-hari akibat dari adanya kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh para karyawannya, seperti:
- Panggilan kepada atasan
- Rutinitas
- Kegiatan kantor
Ada pula bagian dari budaya yang terdalam, perwujudan dari asumsi mendasar yang sangat sulit untuk dilihat namun dapat muncul dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
- Bagaimana manajemen mengambil keputusan
- Gaya komunikasi dengan sesama karyawan
- Dari mana munculnya ide-ide dan inovasi
Lalu apa kaitannya dengan pelamar? Jawabannya adalah: kecocokan atau cultural-fit. Rekruter akan melihat apakah sikap dan gaya kerja kita cocok dengan budaya perusahaan. Begitu pula sebaliknya, kita perlu memperhatikan apakah budaya perusahaan cocok dengan preferensi kita, supaya kita bisa merasa nyaman dan berkinerja optimal di lingkungan kerja yang baru. Bahkan, studi oleh HBR (Harvard Business Review) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki cultural-fit yang kuat dengan karyawan dapat meningkatkan tingkat retensi karyawan hingga 54% lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki cultural-fit yang kuat.
Memaksakan diri untuk masuk ke perusahaan yang tidak cocok dengan karakter dan nilai-nilai diri kita akan berakibat kinerja yang tidak maksimal, perasaan tidak nyaman, dan akhirnya berujung pada keputusan mundur/resign atau gangguan kesehatan mental. Studi dari Robert Half menunjukkan bahwa sekitar 48% karyawan yang keluar dari pekerjaannya karena tidak cocok dengan budaya perusahaan. Bagi perusahaan, ini juga sangat merugikan karena akan membutuhkan waktu dan budget tambahan untuk proses rekrutmen ulang, dan juga mengganggu dinamika tim dan kinerja perusahaan secara keseluruhan, terutama untuk perusahaan dengan skala yang lebih kecil.
Budaya Kerja Start-up vs Korporat
Perbedaan budaya perusahaan bisa sangat terasa oleh karyawan, seperti perbedaan antara start-up dan korporat. Beberapa contoh perbedaan antara budaya start-up dan korporat:
Dinamika kerja
Start-up biasanya lebih dinamis dan memiliki siklus kerja yang cepat. Sebaliknya, korporat yang sudah besar akan memiliki aturan dan prosedur yang lebih ketat, sehingga membutuhkan waktu lebih lama menjalankan pekerjaan maupun untuk megajukan ide-ide baru.
Job description
Pekerjaan di start-up lebih luas, bisa mencakup job description beberapa fungsi sekaligus, sedangkan korporat biasanya memiliki cakupan pekerjaan yang lebih untuk masing-masing jabatan.
Fleksibilitas
Start-up juga biasanya lebih fleksibel baik dari sisi waktu dan lokasi kerja, lebih banyak yang menjalankan praktik WFH (Work from Home) maupun WFA (Work from Anywhere). Sedangkan, kebanyakan perusahaan besar memiliki lokasi kantor yang sudah ditentukan dan jam kerja yang lebih rigid.
Keberagaman Budaya Kerja Lainnya
Tidak hanya start up dan korporat, semua perusahaan sebenarnya memiliki budaya yang sangat berbeda antara satu dan lainnya. Pemerintahan, institusi pendidikan, BUMN, lembaga konsultan, retail, properti, semua memiliki budaya yang berbeda-beda. Terlebih lagi jika perusahaan tersebut memiliki lingkungan kerja multikultural atau berasal dari berbagai negara. Sebagai contoh, dalam institusi pendidikan di Jepang, budaya kerja yang dijunjung tinggi adalah pendidikan yang berkualitas, inovasi, dan pelayanan prima kepada siswa. Sementara itu, pada lembaga konsultan dari Amerika, budaya kerja yang dijunjung tinggi adalah akurasi, kualitas, individualisme, dan solusi yang tepat dan terbaik bagi klien.
Saat melamar pekerjaan, memahami budaya kerja perusahaan sangat penting. Kamu dapat mencari tahu budaya kerja tersebut melalui situs web perusahaan, media sosial, atau wawancara dengan karyawan saat proses rekrutmen. Pastikan kamu mencari tahu nilai-nilai, norma, dan aturan-aturan yang berlaku di perusahaan tersebut. Dengan memahami budaya kerja perusahaan, kamu dapat menentukan apakah perusahaan tersebut cocok dengan preferensi dan nilai-nilaimu, serta dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam lingkungan kerja yang baru. Dengan begitu, kamu akan merasa nyaman dan bisa bekerja dengan produktif serta memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi perusahaan.
Sumber:
Schein, E. (2010). Organizational culture and leadership. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Harvard Business Review. (2017). Cultural Fit in the Workplace: A Literature Review. https://hbr.org/resources/pdfs/comm/achievers/hbr_achievers_report_sep16.pdf